Aku Membenci Cintamu
BY; Rizal Rahmanto ( @RR_WUW )
2011
Sahabatku Indah
Hari Rabu dan Kamis adalah hari untuk kursus Piano di salah satu pianis terkenal di Jakarta. “Hmmb, naik mobil aja deh!” gumamku. Tiba – tiba , “Fany, ayo cepat keluar!” suara dari balik pintu itu. “Iya, Ma!” Jawabku. Tak berselang lama aku segera menuju pintu kamar yang jaraknya sekitar 3 meter dari tempat tidurku. Ketika sampai depan pintu, tiba - tiba pintu terbuka dan aku pun terkena pintu tersebut. “aduh! Mama buka pintu tutupnya yang rapat dong!” Teriakku sambil mengelus – elus dahiku.
“Pak! Nanti lurus habis itu mapir sebentar ke rumah Indah ya!” Pintaku kepada Pak Wenda. “Baik!” Jawabnya halus. Saat perjalanan aku hanya memainkan BB ku yang baru. Terkadang juga aku membayangkan apa yang terjadi nanti. Tak sampai 5 menit aku melihat rumah Indah yang bersebelahan dengan supermarket. Indah telah menungguku, ia terlihat sangat gembira hari ini seperti mendapat durian runtuh. “Eh, kamu kok senyum – senyum sih?” Tanyaku mulai pembicaraan. “E-enggak apa – apa kok! Cuma . . .” Jawabnya. “apa?” Tanyaku kembali. “Tadi, aku habis ketemu sama anak laki – laki. Dia baik banget. Sepertinya aku suka sama dia.” Lanjut perempuan berjaket biru yang baru ia beli dari Perancis tersebut. “Oh! Kamu tahu ndak? Kamu sudah bilang itu ke aku sampai 15 kali. Terus mesti dengan orang yang berbeda! Hahahaha!” Jawabku sambil tertawa. “Gak Tuh! Kamu salah hitung yang betul itu 16 kali! Hehe” Jawabnya
Pembicaraan tersebut tak terasa menghabiskan waktu 20 menit. Ketika kami sampai di tempat kursus aku melihat seorang anak laki – laki berkacamata hitam sedang duduk di dekat mobil yang sedang mempermainkan handphone nya. Aku ingin menghampirinya, tapi ternyata kami harus segera masuk dalam tempat kursus. “Indah, Fany!” Vanida memanggilku dengan mengetuk mobilku. “Ayo! Cepat kalian turun, Pak Wenda mau segera jemput nenek kamu dari Jogja.” Pak Wenda memberitahuku. “Iya!” Jawabku dan Indah bersamaan. Kami pun segera keluar dan berjalan bersama Vanida masuk kelas.
Setelah kami duduk di dalam kelas, ruangan itu terasa panas walaupun telah diberi 3 pendingin ruangan. Aku tidak tahu kenapa. “Ih, panas amat sih?” Tanyaku pada Vanida. “Kamu pasti ngayal deh! Orang ini malah aku pakai jaket kok panas!” Jawabnya tenang. “Huh, masak sih? Kok aku merasa panas ya?” Tanyaku kembali. “E .” Sebelum Vanida mulai pembicaraan tiba – tiba guru kami datang. Hari ini aku mendapat urutan ke 10 untuk latihan. Ruang kelas kami tidak seperti biasa. Tempatnya sangat luas seperti gedung bioskop. Bahkan tempat kursus kami pun berada pada tanah sekitar 8 hektar. Aku memang memilih ruang kelas VIP Walaupun Aku beda kelas dengan Indah sahabatku, tapi aku tidak kesepian. Satu anak dalam kelas kami pun jumlahnya ada 15. Paling sedikit daripada kelas reguler biasa yang jumlah satu kelasnya mencapai sekitar 30 orang dan kelas VVIP yang mencapai 19 orang. Tempa kursus piano ku ini memang memiliki murid yang banyak mencapai 100 orang dan 5 kelas.
...
Setelah pukul 19.00 tepat, kami pun segera pulang. Karena tidak ada yang menjemput kami, akhirnya kami harus pulang dengan taksi. Aku pun menelpon taksi tersebut. Setelah menelpon, tiba – tiba aku melihat taksi datang. “Haduh! Rugi pulsa dong!” keluhku. Aku pun segera masuk dan memainkan BB ku kembali. Aku sampai rumah tepat pukul 19.30. aku segera menghampiri nenekku yang baru datang dari Jogja. Aku memeluknya erat – erat. “Ayo! Kamu Masuk kamar dulu!” Tiba – tiba terdengar suara dari belakang. Tidak lain dan tidak bukan ia adalah kakekku. Karena saat ini kakek sedang terserang penyakit kulit, aku tidak boleh mendekatinya terlalu dekat. Aku harus tetap menjaga jarak. Penyakit kakek tersebut, termasuk penyakit keturunan. Beliau mendapatkanya dari kakeknya.
Sampailah aku di kamarku yang nyaman. Aku pun segera membuka laptopku dan membuka Facebook dan Twitterku. Belum ada 10 detik aku membuka Facebook tiba – tiba ada yang mengajak ngobrol aku. Dia adalah Panji teman ku di sekolah. Dia orangnya baik. Aku juga pernah suka sama dia tapi itu dulu. Aku sudah lelah menunggunya. Aku harap dia menyukaiku.
Karena Bendara off akhirnya aku juga ikut off. Tapi tiba – tiba Indah datang ke rumahku untuk bertanya PR dan mengerjakanya bersama. Ia pun segera masuk kedalam kamarku. Saat itu Indah diantar oleh mama ku yang saat itu baru saja memasak untuk makan malam kami sekeluarga.
“Hi, apa kabar?” Tanya Indah Padaku sambil menaruh ranselnya ke sofa yang berada di kamarku. “Ehmmb, tumben amat? Oh, ya! Kamu tadi online ya? Maaf aku gak bisa jawab obrolanmu! Hehe” Tambahku. Kami pun segera menuju ruang belajarku.
Waktu terus berjalan, tak sadar sudah menunjukan pukul 20.00. kami segera mengemasi barang – barang kami dan menuju kamarku. “aku mau curhat!” Pinta Indah kepadaku. “Apa sahabatku?” Jawabku. “ dia ternyata bernama Panji.” Indah mulai curhatanya. “Hah? Kamu tahu gak Panji itu orang yang paling aku suka. Aku saja sudah menunggunya hingga 1 tahun sejak kelas 9 SMP bentakku. “Tapi, aku suka sama dia. Aku gak mau pisah sama dia. Hidupku ada padanya.” Tambah Indah. “Huh! Kalau gitu mulai saat ini kita putus persahabatan. Aku gak mau punya sahabat yang telah menghancurkan hati ku sendiri.” Tambahku sambil menunjuk pintu dan seraya mengusirnya keluar. “Baiklah aku kalau itu yang kamu mau aku akan lakukan untukmu. Aku gak mau kita putus persahabatan Cuma karena ini.” Jawabnya Halus.
Keesokan harinya aku biasa saja, walaupun aku pisah dengan Indah. Tapi anehnya hari ini Indah tidak masuk. Aku hanya mengira kalau itu karena Indah takut dengan Guru yang akan mengajar hari ini. “hmmb” Gumamku. Setelah seminggu aku bertanya – tanya mengapa Indah jarang masuk. Aku pun tanya kepada Vanida, “kamu tahu dimana Indah?” Tanyaku. “aku kemarin waktu ke rumah sakit ketika akan menjenguk Pamanku, aku lihat Ibunya Indah sedang duduk – duduk sambil memikirkan sesuatu. Kayaknya ibunya lagi cemas.” Jawabnya panjang lebar. “Hah? Nanti kamu harus ajak aku ke rumah sakit itu!” pintaku sambil membujuk Vanida. “Oke!” Jawabnya bersemangat.
Akhirnya kami sampai juga di rumah sakit tersebut. Ketika aku bertanya dimana ruangan yang dihuni oleh pasien bernama Vanida, ibunya Vanida mengampiri kami. Sepertinya ia menangis karena habis kehilangan sesuatu yang bermakna. “Ibu, ada apa?” Tanyaku. “I-I-ndah!” jawab beliau tersendak – sendak. “apa?” aku pun juga mulai meneteskan air mata. “Dia meninggalkan kita semua selamanya. Dia mengidap Kanker Hati.” Jawabnya. Aku segera berlari menuju kamar Indah. “Indaaaaah . . .! maafin aku, aku gak bisa menjagamu. Aku sayang kamu. Kamu sahabatku tempat teridahku. ” Tangisku semakin keras.
Ketika hari pemakaman Indah aku mengiringinya, tapi aku tak bisa jauh dari nisannya. Aku merindukanya. “Ini! Indah menitipkan ini untukmu.” Ibunya Indah pun menyodorkon buku hari Indah dengan perasaan lega karena telah memberikan amanatnya kepadaku. Aku tetap memiliki perasaan menyesal sedalam – dalamnya.
Kenangan Indahku
Seminggu telah berlalu, aku masih teringat tentang Indah. Saat ini tidak ada lagi yang mengajakku bermain tenis, saat malam tidak ada lagi yang menemaniku untuk belajar bersama, tidak ada lagi yang menemaniku melamun di jendela kamar seperti yang aku lakukan saat ini, dan yang terpenting tidak ada lagi yang menemaniku saat kursus piano. Kelas VVIP pun mulai sepi sejak kepergian Indah. Hari ini adalah hari rabu, aku ingin sekali pergi kursus piano tapi terasa malas sekali. “Fany, ayo kamu berangkat kursus.” Nenek memanggilku. “Baiklah Nek!” Jawabku sambil berdiri berpindah tempat dari jendela kamar menuju pelukan nenek yang hangat. “Kamu yang sabar ya!” Bujuk nenek menghiburku.
Ketika aku sampai di jalan dekat supermarket, aku melihat sekilas Indah masih menungguku. Aku menyuruh Pak Wenda untuk mundur. “Sabar ya dek!” Bujuk Pak Wenda. “Mungkin itu halusinasiku saja.” Jawabku. Tak terasa aku menangis membasahi kursi mobilku. Ketika aku sampai tempat kursus, aku lagi – lagi melihat laki – laki itu. Ketika aku berjalan menuju kelas aku tak sengaja mendengar anak – anak kelas reguler memperbincangkan tentang Indah. “Eh, tahu gak kelasku sekarang jadi sepi?. Biasanya Indah bermain piano dengan merdunya di depan kita semua.” Tanya seorang pria kecil kepada teman seusianya.
Setelah pulang aku hanya ingin tidur saja dan setelah itu tidak akan melakukan kegiatan apa pun.
...
*Wit For The Novel
BY; Rizal Rahmanto ( @RR_WUW )
2011
Sahabatku Indah
Hari Rabu dan Kamis adalah hari untuk kursus Piano di salah satu pianis terkenal di Jakarta. “Hmmb, naik mobil aja deh!” gumamku. Tiba – tiba , “Fany, ayo cepat keluar!” suara dari balik pintu itu. “Iya, Ma!” Jawabku. Tak berselang lama aku segera menuju pintu kamar yang jaraknya sekitar 3 meter dari tempat tidurku. Ketika sampai depan pintu, tiba - tiba pintu terbuka dan aku pun terkena pintu tersebut. “aduh! Mama buka pintu tutupnya yang rapat dong!” Teriakku sambil mengelus – elus dahiku.
“Pak! Nanti lurus habis itu mapir sebentar ke rumah Indah ya!” Pintaku kepada Pak Wenda. “Baik!” Jawabnya halus. Saat perjalanan aku hanya memainkan BB ku yang baru. Terkadang juga aku membayangkan apa yang terjadi nanti. Tak sampai 5 menit aku melihat rumah Indah yang bersebelahan dengan supermarket. Indah telah menungguku, ia terlihat sangat gembira hari ini seperti mendapat durian runtuh. “Eh, kamu kok senyum – senyum sih?” Tanyaku mulai pembicaraan. “E-enggak apa – apa kok! Cuma . . .” Jawabnya. “apa?” Tanyaku kembali. “Tadi, aku habis ketemu sama anak laki – laki. Dia baik banget. Sepertinya aku suka sama dia.” Lanjut perempuan berjaket biru yang baru ia beli dari Perancis tersebut. “Oh! Kamu tahu ndak? Kamu sudah bilang itu ke aku sampai 15 kali. Terus mesti dengan orang yang berbeda! Hahahaha!” Jawabku sambil tertawa. “Gak Tuh! Kamu salah hitung yang betul itu 16 kali! Hehe” Jawabnya
Pembicaraan tersebut tak terasa menghabiskan waktu 20 menit. Ketika kami sampai di tempat kursus aku melihat seorang anak laki – laki berkacamata hitam sedang duduk di dekat mobil yang sedang mempermainkan handphone nya. Aku ingin menghampirinya, tapi ternyata kami harus segera masuk dalam tempat kursus. “Indah, Fany!” Vanida memanggilku dengan mengetuk mobilku. “Ayo! Cepat kalian turun, Pak Wenda mau segera jemput nenek kamu dari Jogja.” Pak Wenda memberitahuku. “Iya!” Jawabku dan Indah bersamaan. Kami pun segera keluar dan berjalan bersama Vanida masuk kelas.
Setelah kami duduk di dalam kelas, ruangan itu terasa panas walaupun telah diberi 3 pendingin ruangan. Aku tidak tahu kenapa. “Ih, panas amat sih?” Tanyaku pada Vanida. “Kamu pasti ngayal deh! Orang ini malah aku pakai jaket kok panas!” Jawabnya tenang. “Huh, masak sih? Kok aku merasa panas ya?” Tanyaku kembali. “E .” Sebelum Vanida mulai pembicaraan tiba – tiba guru kami datang. Hari ini aku mendapat urutan ke 10 untuk latihan. Ruang kelas kami tidak seperti biasa. Tempatnya sangat luas seperti gedung bioskop. Bahkan tempat kursus kami pun berada pada tanah sekitar 8 hektar. Aku memang memilih ruang kelas VIP Walaupun Aku beda kelas dengan Indah sahabatku, tapi aku tidak kesepian. Satu anak dalam kelas kami pun jumlahnya ada 15. Paling sedikit daripada kelas reguler biasa yang jumlah satu kelasnya mencapai sekitar 30 orang dan kelas VVIP yang mencapai 19 orang. Tempa kursus piano ku ini memang memiliki murid yang banyak mencapai 100 orang dan 5 kelas.
...
Setelah pukul 19.00 tepat, kami pun segera pulang. Karena tidak ada yang menjemput kami, akhirnya kami harus pulang dengan taksi. Aku pun menelpon taksi tersebut. Setelah menelpon, tiba – tiba aku melihat taksi datang. “Haduh! Rugi pulsa dong!” keluhku. Aku pun segera masuk dan memainkan BB ku kembali. Aku sampai rumah tepat pukul 19.30. aku segera menghampiri nenekku yang baru datang dari Jogja. Aku memeluknya erat – erat. “Ayo! Kamu Masuk kamar dulu!” Tiba – tiba terdengar suara dari belakang. Tidak lain dan tidak bukan ia adalah kakekku. Karena saat ini kakek sedang terserang penyakit kulit, aku tidak boleh mendekatinya terlalu dekat. Aku harus tetap menjaga jarak. Penyakit kakek tersebut, termasuk penyakit keturunan. Beliau mendapatkanya dari kakeknya.
Sampailah aku di kamarku yang nyaman. Aku pun segera membuka laptopku dan membuka Facebook dan Twitterku. Belum ada 10 detik aku membuka Facebook tiba – tiba ada yang mengajak ngobrol aku. Dia adalah Panji teman ku di sekolah. Dia orangnya baik. Aku juga pernah suka sama dia tapi itu dulu. Aku sudah lelah menunggunya. Aku harap dia menyukaiku.
Karena Bendara off akhirnya aku juga ikut off. Tapi tiba – tiba Indah datang ke rumahku untuk bertanya PR dan mengerjakanya bersama. Ia pun segera masuk kedalam kamarku. Saat itu Indah diantar oleh mama ku yang saat itu baru saja memasak untuk makan malam kami sekeluarga.
“Hi, apa kabar?” Tanya Indah Padaku sambil menaruh ranselnya ke sofa yang berada di kamarku. “Ehmmb, tumben amat? Oh, ya! Kamu tadi online ya? Maaf aku gak bisa jawab obrolanmu! Hehe” Tambahku. Kami pun segera menuju ruang belajarku.
Waktu terus berjalan, tak sadar sudah menunjukan pukul 20.00. kami segera mengemasi barang – barang kami dan menuju kamarku. “aku mau curhat!” Pinta Indah kepadaku. “Apa sahabatku?” Jawabku. “ dia ternyata bernama Panji.” Indah mulai curhatanya. “Hah? Kamu tahu gak Panji itu orang yang paling aku suka. Aku saja sudah menunggunya hingga 1 tahun sejak kelas 9 SMP bentakku. “Tapi, aku suka sama dia. Aku gak mau pisah sama dia. Hidupku ada padanya.” Tambah Indah. “Huh! Kalau gitu mulai saat ini kita putus persahabatan. Aku gak mau punya sahabat yang telah menghancurkan hati ku sendiri.” Tambahku sambil menunjuk pintu dan seraya mengusirnya keluar. “Baiklah aku kalau itu yang kamu mau aku akan lakukan untukmu. Aku gak mau kita putus persahabatan Cuma karena ini.” Jawabnya Halus.
Keesokan harinya aku biasa saja, walaupun aku pisah dengan Indah. Tapi anehnya hari ini Indah tidak masuk. Aku hanya mengira kalau itu karena Indah takut dengan Guru yang akan mengajar hari ini. “hmmb” Gumamku. Setelah seminggu aku bertanya – tanya mengapa Indah jarang masuk. Aku pun tanya kepada Vanida, “kamu tahu dimana Indah?” Tanyaku. “aku kemarin waktu ke rumah sakit ketika akan menjenguk Pamanku, aku lihat Ibunya Indah sedang duduk – duduk sambil memikirkan sesuatu. Kayaknya ibunya lagi cemas.” Jawabnya panjang lebar. “Hah? Nanti kamu harus ajak aku ke rumah sakit itu!” pintaku sambil membujuk Vanida. “Oke!” Jawabnya bersemangat.
Akhirnya kami sampai juga di rumah sakit tersebut. Ketika aku bertanya dimana ruangan yang dihuni oleh pasien bernama Vanida, ibunya Vanida mengampiri kami. Sepertinya ia menangis karena habis kehilangan sesuatu yang bermakna. “Ibu, ada apa?” Tanyaku. “I-I-ndah!” jawab beliau tersendak – sendak. “apa?” aku pun juga mulai meneteskan air mata. “Dia meninggalkan kita semua selamanya. Dia mengidap Kanker Hati.” Jawabnya. Aku segera berlari menuju kamar Indah. “Indaaaaah . . .! maafin aku, aku gak bisa menjagamu. Aku sayang kamu. Kamu sahabatku tempat teridahku. ” Tangisku semakin keras.
Ketika hari pemakaman Indah aku mengiringinya, tapi aku tak bisa jauh dari nisannya. Aku merindukanya. “Ini! Indah menitipkan ini untukmu.” Ibunya Indah pun menyodorkon buku hari Indah dengan perasaan lega karena telah memberikan amanatnya kepadaku. Aku tetap memiliki perasaan menyesal sedalam – dalamnya.
Kenangan Indahku
Seminggu telah berlalu, aku masih teringat tentang Indah. Saat ini tidak ada lagi yang mengajakku bermain tenis, saat malam tidak ada lagi yang menemaniku untuk belajar bersama, tidak ada lagi yang menemaniku melamun di jendela kamar seperti yang aku lakukan saat ini, dan yang terpenting tidak ada lagi yang menemaniku saat kursus piano. Kelas VVIP pun mulai sepi sejak kepergian Indah. Hari ini adalah hari rabu, aku ingin sekali pergi kursus piano tapi terasa malas sekali. “Fany, ayo kamu berangkat kursus.” Nenek memanggilku. “Baiklah Nek!” Jawabku sambil berdiri berpindah tempat dari jendela kamar menuju pelukan nenek yang hangat. “Kamu yang sabar ya!” Bujuk nenek menghiburku.
Ketika aku sampai di jalan dekat supermarket, aku melihat sekilas Indah masih menungguku. Aku menyuruh Pak Wenda untuk mundur. “Sabar ya dek!” Bujuk Pak Wenda. “Mungkin itu halusinasiku saja.” Jawabku. Tak terasa aku menangis membasahi kursi mobilku. Ketika aku sampai tempat kursus, aku lagi – lagi melihat laki – laki itu. Ketika aku berjalan menuju kelas aku tak sengaja mendengar anak – anak kelas reguler memperbincangkan tentang Indah. “Eh, tahu gak kelasku sekarang jadi sepi?. Biasanya Indah bermain piano dengan merdunya di depan kita semua.” Tanya seorang pria kecil kepada teman seusianya.
Setelah pulang aku hanya ingin tidur saja dan setelah itu tidak akan melakukan kegiatan apa pun.
...
*Wit For The Novel